Minggu, 20 Mei 2012

ALL ABOUT FRIEND



Teman, aku yakin, satu kata itu sering terdengar di telinga kita. Seakan-akan sudah benar-benar akrab dengan dunia kita. Banyak perbedaan tentang keyakinan arti terhadap teman, sahabat, dan kata lain yang sepadan dengannya.
I Think That..
#1. Teman adalah seseorang yang ada di sekitar kita entah kita mengenalnya dengan dekat ataupun kita tak begitu mengenalnya. Tak harus menjadi orang yang baik di samping kita.
#2. Sahabat adalah orang yang bisa jadi teman, pacar, orang tua, kakak ataupun adik, semuanya ada di dia.
Banyak cerita tentang persahabatan yang pernah gue lewati selama hidup 15 tahun ini. Mulai dari SD yang bikin surat c**** bareng sobat gue waktu kelas 2 sampai nangis di kamarmandi yang sering gue lakuin kalau lagi galo (baca*galau) waktu kelas 5-6. SMP yang gue fikir itu pengalaman yang tidak bisa banyak untuk diceritakan dan masa SMA yang baru gue jalani selama 1 tahun terakhir ini. So, gak bisa gue ceritain dulu. Tapi paling gak bisa gue ceritain lewat posting gue yang tittlenya ‘ACCELERATION LOVE’.
Well, about friend, gak ada yang namanya selamanya masa menyenangkan. All About Friend, ada senang, bahagia, sedih, konflik, seru, haru, semua tercampur dan terasa mengesankan untuk kita kenang. dan sebenarnya kamu bisa dapet beribu-ribu keindahan dalam PERSAHABATAN.

Sabtu, 19 Mei 2012

About My Life


ACCELERATION LOVE


Mungkin anda fikir ini adalah postingan about love, sesuai dengan arti dari judul postingan ini ACCELERATION LOVE=PERCEPATAN CINTA.
Ini bukan hanya sekedar cinta atau entah itu percepatan atau perlambatan. Disini gue pengen berbagi cerita gue aja tentang program sekolah gue yang gue ambil, eh tepatnya bukan berbagi, tapi Melampiaskan..
Tahun 2011 kemarin gue lulus dari SMP N 1 SRAGEN program Akselerasi. Lalu gue lanjut ke R-SMA-BI N 1 SRAGEN, khilaf atau enggak, gue lagi-lagi di program Akselerasi. Akselerasi, jangan berfikir macam-macam dulu dengar kata itu, jangan anda bertanya-tanya (misal: wajahnya orang aksel itu gimana ya?? Atau berapa jam anak aksel tidur dalam setiap harinya??). karena sebenarnya bertanyaan itu jawabannya sama kalau anda menanyakan dengan anak-anak program biasa. Disini gue tegaskan sekali lagi AKSEL JUGA MANUSIA. Bukan manusia setengah salmon ataupun manusia setengah dewa, atau gak manusia tanpa dosa.
LOVE, cinta, sebenarnya dibalik tampang kekakuan anak aksel banyak hal-hal yang harus dipertanyakan. Misalkan saja tentang asmara mereka. banyak cerita mereka tentang asmara mereka. oke, disini gue akan memakai diri gue sendiri buat jadi contoh kisah asmara anak aksel.
Gue, dulu gue meneguhkan diri sendiri untuk gak mungkin gue bisa suka sama somebody (baca* Mr. ^). Sampai akhirnya sekarang gue bener-bener suka sama Mr. ^. Gue gak bisa jelasin kenapa gue bisa suka sama dia, ini semua gak bisa di jelaskan dengan kata-kata. Disamping itu, banyak hal yang mewarnai kisah itu.
Well, anak aksel pun juga punya kerumitan dalam asmaranya, bukan mereka hidup dengan cintanya hanya kepada buku dan pelajaran.
##pengembalian citra anak aksel##

CERPEN by MUMUT


SECERAH MENTARI

Pagi ini, matahari terlihat cerah. Akupun seperti biasa menjalani hari-hari dengan bersekolah. Terdengar dari lorong kelas hentakkan sepatu yang makin lama makin dekat.
“Tania.. Tania..”
Sayup-sayup terdengar suara orang memanggil namaku. “Hei, tumben kamu berangkat jam segini?” celotehku ketika menyadari bahwa yang memanggilku adalah Thata, sahabat dekatku sejak kecil. Dia adalah sahabat terbaikku, entah mengapa kami seakan tak terpisahkan walaupun sifat kami yang berbeda namun kami saling mengerti dan melengkapi.
“Hehehe.. Lagi pengen bangun pagi” begitu jawab Thata dengan senyum manisnya sambil berjalan menuju ke kelas kami. “Ah, dasar kamu ya .., Tugas Biologi udah jadi?” tanyaku kembali, “Oh, udah dong”. Obrolan kami pun terhenti ketika aku membuka pintu kelas.
Keharmonisan persahabatan itu takkan pernah terlupakan olehku. Adalah hal yang indah ketika aku mempunyai sahabat seperti dia. “Thata, mau ke kantin?” tanyaku ketika bel istirahat berbunyi. “Emh, yuk, tapi setelah itu ke perpus ya? Aku mau mengembalikan buku yang kupinjam lusa” jawab Thata sambil menoleh ke arahku. “Iya deh, sip!” ujarku.
Keesokan harinya, berbeda dengan hari kemarin. Aku berangkat sedikit lebih siang dari hari kemarin. Tampak dari tempat duduk barisan depan, Thata tersenyum, mungkin sebagai tanda selamat datang atau mungkin itu senyum mengejek bercanda karena biasanya aku berangkat lebih dahulu di bandingkan dia.
Pelajaran pertama hari ini dimulai dengan adanya perkenalan murid baru dikelas kami. Kini kelasku yang mulanya berjumlah 23 siswa bertambah 1 siswa perempuan menjadi 24 siswa. “Perkenalkan nama saya Friska Yuna Astika, saya murid pindahan dari SMA Harapan Bangsa, Jakarta” begitu katanya ketika Bu Maya, wali kelasku menyuruhnya untuk memperkenalkan dirinya didepan kelas.
Hari pertamanya bersekolah di SMA ini, ia duduk di samping Thata, karena kursi yang kosong hanya di sebelahnya Thata saja. Aku duduk di belakang, aku lihat Thata dan anak baru itu tampak sedikit canggung.
Ketika waktu istirahat tiba, aku mengajak Thata untuk kekantin, “Tha, kekantin gak?”, “Emh, iya. Friska ikut kekantin yuk..” Thata pun juga mengajak Friska untuk kekantin dengan nadanya yang terlihat masih canggung. Namun Friska menolak dengan lembut ajakan Thata itu “Terima kasih, tapi saya tidak lapar”.
“Ow, oke, duluan ya..” Jawab Thata
Di perjalanan kekantin Thata bertanya kepadaku
“Menurutmu, Friska itu gimana sih?”. “Entahlah, kan baru hari ini dia masuk, jadinya aku tak bisa menyimpulkan bagaimana dia” Jawabku kepada Thata.
“Kenapa bertanya seperti itu?” aku kembali bertanya
“Enggak, gak apa-apa, Cuma tanya saja.. hehehe..”
Waktu kian cepat berlalu, tak terasa sudah 2 bulan Friska menjadi teman sekelasku. Banyak perubahan dari dirinya, lebih berani dan tak canggung lagi dengan yang teman yang lain. Bahkan dia terlihat akrab sekali dengan Vira, teman sekelasku juga. Sejak hari pertama Friska bersekolah di SMA barunya ini, Vira memanglah yang paling dekat dengannya.
“Thata, tunggu!” aku mengejar Thata yang hendak pulang. “Iya Ta, ada apa?” jawab Thata sambil menoleh kebelakang.
“Sepertinya kamu lupa sesuatu?” Kataku
“Emh . . ., Oh ya, kayaknya bukuku ketinggalan di kelas?, benar gak?” Thata masih tak sadar dengan janjinya kemarin.
“Bukan, e.. toko buku, bukunya radit  . .. ..” aku mencoba mengingatkan, namun belum selesai aku mengingatkan Thata sudah menjawabnya.
“Oh, ya aku lupa.. maaf  Ta, aku lupa ngomong sama kamu, aku gak bisa,  aku harus ngerjain tugas kelompok Kimia itu. Maaf ya..”
Tak biasanya Thata lupa dengan janjinya, padahal janji itu baru kemarin aku sampaikan. Sekilas aku berfikir bahwa Thata berbeda dengan dulu. Namun harus aku buang jauh-jauh pikiran negatif itu, mungkin karena dia benar-benar lupa atau mungkin dia harus menyelesaikan tugas sekolahnya daripada kemauanku yang tak penting ini.
“Ow, hehe.. gak apa-apa kok, emangnya kamu kelompokmya siapa?” jawabku sambil tersenyum dan mengangguk.
“Friska dan Vira, maaf ya Ta, maaf banget..” sekali lagi Thata meminta maaf kepadaku. “gak apa-apa  kok, sudahlah lagipula beli bukunya kan bisa kapan-kapan” aku mencoba menenangkan hatinya agar merasa tidak bersalah lagi.
“Iya deh, pasti nanti aku temenin beli bukunya” Thata mengiyakan kalimatku. “Iya, ya udah deh, silahkan pulang, hati-hati ya..”
“Iya Ta, duluan ya.” Jawab Thata.
Dibenakku masih terfikirkan dengan sikap Thata yang tak biasanya ini. Masih saja hati berkata dia berubah gara-gara Friska dan Vira, namun apa benar begitu. Aku tak mau berprasangka buruk terhadap Thata, biar bagaimanapun dia tetaplah sahabatku.

Keesokan harinya, aku berangkat paling awal diantara teman sekelasku. Sampai pada jam 06.57 pagi Thata belum terlihat datang. Bel masuk sudah berbunyi tapi Thata belum juga datang. Dalam hatiku bertanya-tanya, sebenarnya Thata dimana. Akhirnya aku mengirim pesan singkat melalui ponsel genggamku.

Selang 10 menit setelah bel masuk berbunyi, Bu Maya datang, Beliau mengajar di jam pertama untuk hari ini.
Thata belum datang, pesan singkatku juga tidak ia balas, aku menoleh kebelakang, barisan kursi belakang kosong 3, dan yang belum datang adalah Friska, Vira, dan Thata. Perasaanku menjadi tak enak ketika menyadari bahwa Friska dan Vira juga belum datang. Pikiran mengkhayal kemana-mana, dan berharap semoga tidak terjadi apa-apa pada Thata.
“Thok.. Thok..” suara ketukan pintu kelas yang berasal dari luar.
Selang sesaat pintu terbuka, tampak Thata, Friska, dan Vira baru datang dengan sikap yang terburu-buru “Maaf Bu, kami terlambat”. Bu Maya tidak terlalu banyak bertanya, beliau langsung mempersilahkan mereka bertiga untuk duduk di barisan belakang. Seketika itu aku menoleh kebelakang lagi untuk sekian kalinya sambil tersenyum kepada Thata.
Saat pergantian jam, aku menghampiri Thata “Tha, hari kok telat?”
“Heh, hehehe.. aku tadi bangunnya kesiangan” Jawab Thata sambil tertawa kecil. “Semalem kemana?” aku bertanya lagi kepada Thata. “Ngerjain Tugas kelompok Kimia di rumahnya Vira” Thata menjelaskan.
“Memangnya sampai jam berapa?” aku kembali bertanya.
“Jam 1 malem, tapi aku dan Friska tidur dirumahnya Vira, udah ah.. nanya terus deh, yang penting aku udah disini kan Ta? Tadi kamu SMS aku ya? Maaf, gak tak balas, baru aja aku buka” Ujar Thata
“Gak biasanya kamu nginep di rumahnya temen, ngerjain tugas sampai jam 1 malam” Jawabku tak menghiraukan kalimat terakhir yang diucapkan Thata. Aku langsung saja kembali ketempat dudukku. Entah mengapa aku merasa ingin menangis ketika dia menjawab pertanyaanku seperti itu. Rasanya dialogku dengan Thata beda, penuh dengan emosi. Tetapi aku harus menahan air mataku, segera aku menghelai nafas agar aku merasa rileks.
Kali ini aku tak mengajak Thata ke kantin, dia pun juga tidak mengajakku. Hari ini aku dan Thata menjadi saling pendiam. Sebenarnya itu tak perlu terjadi percakapanku tadi pagi, harusnya aku tak terlalu bertanya padanya, dalam hatiku berkata menyesali percakapanku dengan Thata tadi.
Sepulang sekolah ini juga berbeda, sama sekali dia tak menyapaku hari ini. Bahkan dia pulang bersama Friska dan Vira, pikiranku mulai membayangkan hal negatif tentang mereka bertiga.
Malam ini, aku pergi bersama keluargaku untuk mencari hiburan dengan suasana malam hari. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke mall. “Thata, itu Thata kan Tania?” tiba-tiba mamaku bertanya. Mamaku memang sudah hafal dengan Thata, karena memang aku dan Thata sudah bersahabat sejak kecil. “Masa sih?, mana Ma?”. Sambil menunjukkan ke arah timur “Itu, sama siapa dia?” Aku memperhatikan arah yang ditunjuk oleh Mamaku, memang benar itu Thata, dengan siapa dia disini?  Dalam hati mulai bertanya-tanya, pertanyaan Mamaku juga tak ku hiraukan.
“Ma, aku ke Thata dulu ya, nanti kalau mau pulang telepon Tania ya Ma” Aku meminta izin kepada Mamaku. Setengah berlari aku menuju ketemapt dimana aku melihat Thata berdiri, namun ia sudah pergi. Terlihat dari jalan sisi kananku itu Thata. Aku mencoba mengikutinya, Thata berjalan bersama 2 orang perempuan yang sepertinya itu tak asing bagiku. Itu Friska dan Vira, lagi, ini berbeda dari biasanya. Thata tak pernah keluar malam bersama temannya, bahkan ke mall malam hari seperti ini, padahal besuk bukanlah hari libur. Ketika aku tau ia  bersama Friska dan Vira aku urungkan niatku untuk menghampirinya dan menyapanya, aku lebih baik mengekornya, sebenarnya apa yang mereka lakukan di mall malam-malam.
Sampai mereka berhenti di suatu cafe, aku pun ikut duduk dimana aku tak terlihat oleh mereka dan memesan makanan. Selang beberapa menit kemudian ada 2 laki-laki yang sebaya menghampiri mereka, laki-laki itu terlihat asing dimataku, untuk sekian kalinya aku berfikir negatif lagi tentang mereka. Tampak kedekatan mereka dengan 2 laki-laki itu. Thata pun juga, seperti sudah lama mereka kenal.
Teleponku berbunyi, aku lupa untuk menubah profilnya menjadi diam. Suaranya lumayan keras, Thata sempat menoleh ke arahku, namun beruntungnya ia tak melihatku.
Mama telepon, lalu segera aku angkat agar suara Ringtonenya tak terlalu lama dan membuat mereka curiga. “Halo Mama” sapaku, “Kamu dimana Ta, kita mau pulang lo?” Mamaku bertanya. “Aduh Ma, bentar ya, aku ditinggal aja deh, nanti aku dijemput Pak Min aja, iya Ma?” jawabku sambil memperhatikan mereka bertiga.
“Tania, memang ada apa? Masih jalan-jalan sama Thata?” Mamaku memang tak tau apa yang sebenanya terjadi antara aku dam Thata.
“Iya Ma, janji deh gak nyampe jam 10 pokoknya” Alasanku kepada Mama agar tak panjang lebar lagi. “Ya udah, jangan malam-malam pulangnya, hati-hati lo Nak” kata Mamaku.
“Iya Ma” segera aku tutup teleponnya dan kembali mengamati mereka.
Mereka masih terlihat bercanda, sampai aku melihat dimana tangan Thata digandeng oleh salah satu laki-laki itu. Akhirnya mereka keluar dari mall. Aku terus mengikuti mereka, aku tak tau, kemana tujuan mereka. Sampai pada suatu bar, pemandangan ini sangatlah asing bagiku, mungkin begitu pula Thata.
Mereka masuk, akupun ikut juga, walaupun setengah ragu masuk. Keramaian Bar membuatku bingung, pusing, layaknya seorang gadis remaja polos yang tak tau apa-apa tentang bar. Di pojok sana mereka duduk, memesan bir dan kedua laki-laki itu menuangnya dalam gelas.
“Astaghfirullah” aku kaget melihat itu. Laki-laki yang menggandeng Thata tadi memberikan gelas yang berisikan bir itu ke Thata. Segera aku mencegah itu, namun terlambat, Thata sudah meminum minuman itu.
“Thata, jangan!” kataku terlambat
“Tania, ngapain kamu disini?” Friska melihatku setengah mabuk.
“Kamu itu gila tau gak Fris, kamu apain sahabat aku?” cemoohku kepada Friska. Segera aku memegang tangan Thata untuk ku ajak pulang. Thata menyampar tanganku, dia sudah mabuk.
“Biarin lah Ta, lagian Thata juga mau disini” Vira ikut bicara
“Kamu juga Vira, kalian itu bikin rusak orang tau gak sih, apa yang kalian mau dari Thata? sejak aku udah ngrasa ada yang gak beres dari kalian” perkataanku dengan nada penuh amarah. Aku masih berusaha meraih tangan Thata.
“Apaan sih loe?, udahlah dia gak mau pulangkan” Friska lagi
Untuk kedua kalinya tanganku disampar oleh Thata. Tapi aku masih tetap berusaha untuk mendapatkan tangannya, ketiga kalinya akhirnya aku dapat meraih tangan Thata, langsung aku tarik Thata dan keluar dari bar itu.
“Kalian gak pantes jadi temennya Thata!” kalimatku terakhir sebelum aku keluar dari Bar tersebut.
Aku segera menelpon Pak Min, sopirku untuk menjemputku. Thata yang mabuk dan lemas berbicara tak jelas. Aku menangis, air mata ini tiba-tiba jatuh melihat Thata seperti ini. Tak berapa lama kemudian Pak Min datang, “Lansung kerumah ya Pak” kataku kepada Pak Min.
“Iya, Mbak Thata kenapa Mbak?” Pak Min bertanya
“Dia mabuk, Pak” jawabku sambil masih menangis.
Sampai di rumah, aku menyuruh Pak Min membopong Thata kekamarku. Mamaku kaget melihat Thata seperti itu “Dia kenapa Ta?”. Aku masih saja menangis, Mamaku mencoba ,menenangkanku dan dia mulai bertanya lagi, apa yang sebenarnya terjadi. Tengah malam itu Tante Wida, mama Thata menelpon Mama, “Halo, maaf Mbak apa Thata di rumanya Mbak?” Mama Thata bertanya cemas.
“Iya, Mbak, tapi biar dia tidur dirumah saya saja, ini sudah tengah malam.” Mamaku memberi alasan. “Oh, ya sudah kalau begitu tak apa, tumben dia gak ngabarin saya dulu kalau mau tidur di rumahnya Tania, terima kasih ya Mbak.”. Dari pembicaraan Mama dan Tante Wida, sepertinya beliau tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Tapi ya sudahlah, lagipula Thata sudah ada disini.
Keesokan harinya, sewaktu aku bangun tidur, jendela kamarku sudah terbuka, Thata tak ada disampingku, apa dia sudah bangun? “Thata, kamu udah bangun?”
“Hei, baru bangun ya.? Hehehe..” Thata tersenyum
“Mandi sana, sekolah kan?” Thata tambah, “Iya putri!” kataku sambil mencubit gemas pipinya.
Perjalanan rumah kesekolah aku diantar oleh Pak Min, di mobil Thata bertanya apa yang terjadi tadi malam. Aku jelaskan semuanya, dia baru sadar dan dia menangis.
“Maaf ya Ta, aku sekarang banyak berubah, aku salah, sekarang aku juga nakal, maaf ya Ta . .” Thata menangis sambil memelukku
“Hei, apa sih?, gak apa-apa kok Tha, lagi pula mungkin kamu pengen tau tentang dunia ini lebih jauh lagi, tapi inget, banyak jebakan diantaranya” aku mncoba menenangkan Thata agar tak menangis lagi.
Sesampainya di sekolah, kami terlihat bahagia, bergandengan tangan berjalan kearah kelas kami.
Mulai hari ini semua akan baik-baik saja. Tak ada lagi yang namanya Friska dan Vira yang mencoba mengajak Thata untuk masuk kelubang dosa. Mungkin mereka berdua tetap menjadi teman sekelas kita, namun kita lupakan semua. Hari esok dan seterusnya semua akan menjadi SAHABAT SECERAH MENTARI.



Selasa, 15 Mei 2012

SEKILAS KEHIDUPAN


Aku tau ini bukanlah yang terbaik. Terserah apa kata mereka. Aku masih berusaha untuk tidak mendengarkannya. Namun jika anda terus-menerus menutupi semua. Akan terlihat jelek pastinya. Saya fikir kita SAHABATAN.
Apakah ini keyakinan kita, sahabat adalah orang yang selalu berusaha untuk menutupi semua hal yang dapat menyakitkannya. Entahlah, jika benar itu. Mungkin aku akan segera lari dan cari singgahan yang baru. Yang lebih baik daripada kebohongan.
Ini semua hanyalah ungkapan semua kekesalanku. Aku tau semuanya, aku tau kau denganya, aku tau apa yang terjadi, aku tau semua kejelekan yang mereka ceritakan padaku. Hanya dari mereka..
Semua akan menjadi lebih kacau, kalau saja anda hanya bias memendam, menahan, dan menutupi semua. Kalau aku bukan SAHABATmu, mungkin ini takkan saya Postingkan.!

 

BYE!!